Salah satu cara efektif untuk meningkatkan ketakwaankita adalah dengan mentadaburi ayat-ayat Allah. Semakin dalam kita mampu meresapi kandungan maknanya, semakin banyak pula vitamin-vitamin ketakwaan yang dapat kita peroleh.
Dari membaca kisah-kisah generasi islam terdahulu, kita sering dibuat kagum oleh kekuatan iman dan ketakwaan mereka. Kita juga dapat mengetahui faktor apa saja yang membuat ketakwaan mereka menjadi hebat. Meski unuk menirunya kita masih butuh banyak pembelajaran. Faktor tersebut salah satunya adalah kemampuan mereka untuk mendulang makna dan faidah pada setiap ayat-ayat Allah yang mereka baca. Salah satunya sebagaimana dikisahkan dalam riwayat berikut;
Suatu kali, Maimun bin Mahran bersama anaknya berkunjung ke rumah Hasan al-Bashri. Hasan al-Bashri menyambut kedua tamunya dengan ramah. Kemudian, Maimun meminta nasihat kepada Hasan al-Bashdri, Wahai Abu Sa’id Hasan al-Bashri, aku merasakan ada kelalaian di hatiku, aku datang agar anda memberiku nasihat, mudah-mudahan hatiku lembut.”
Tiada nasihat yang disampaikan Al-Hasan selain beliu membaca ayat :
أَفَرَأَيْتَ إِنْ مَتَّعْنَاهُمْ سِنِينَ (*) ثُمَّ جَاءَهُمْ مَا كَانُوا يُوعَدُونَ (*) مَا أَغْنَى عَنْهُمْ مَا كَانُوا يُمَتَّعُونَ
“Maka bagaimana pendapatmu jika Kami berikan kepada mereka kenikmatan hidup bertahun-tahun, kemudian datang kepada mereka azab yang telah diancamkan kepada mereka, niscaya tidak berguna bagi mereka apa yang mereka selalu menikmatinya.”
(QS. Asy-Syu’araa: 205–207)
Tatkala Maimun mendengar ayat tersebut dengan seksama, tiba – tiba beliau jatuh pingsan. Putranya lalu bercerita, “Kaki beliau kejang seperti kejangnya kambing kala disembelih.” Kemudian setelah sadar, beliau dituntun keluar dari rumah. Putra Maimun bin Mahron heran dengan kejadian yang menimpa ayahnya. Ia takjub dengan nasehat yang dituturkan oleh Hasan Al-Bashri.
Maimun bin Mahram pun mengatakan kepada putranya, “Dengar wahai anakku, sesungguhnya dia telah membaca ayat kepada kita yang seandainya kamu memahaminya dengan hatimu, niscaya akan berbekas!”
Sahabat fillah, sungguh benar perkataan Maimun bin Mahran. Andai kita menghayati ayat tersebut, tentu akan menimbulkan bekas yang luar biasa.
Ketika orang-orang yag tidak beriman meremehkan siksa Allah, dan menganggap adzab masih jauh dari hadapan mereka, Allah memeringatkan dengan ayat ini. Andai saja Allah menangguhkan mereka, membiarkan mereka hidup dalam jangka waktu yang lama, lalu tiba-tiba ajal datang menjemput, niscaya nikmat yang pernah dirasakan tak pernah terasa bekasnya. Waktu yang begitu lama bergelimang nikmat akan terasa sangat singkat adanya. Oleh karena itu, setelah menjelaskan ayat ini, Ibnu Katsir menyitir ayat,
كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَهَا لَمْ يَلْبَثُوا إِلَّا عَشِيَّةً أَوْ ضُحَاهَا
“Pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di waktu sore atau pagi hari.”
(QS. An-Nazi’at: 46)
Segala sesuatu akan terasa singkat ketika telah berlalu. Inilah yang akan dialami semua manusia taatkala datang ketepan Allah atas mereka. Hanya saja, manusia terbagi kedalam dua kelompok besar. Satu golongan yang akhirnya masuk jannah, satu golongan yang lain akhirnya masuk neraka.
Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadits, bahwa Rosululloh Salallahu ‘alai wa sallam bersabda,
“Akan didatangkan ahli neraka yang dahulunya mendapat kenikmatan yang paling banyak di dunia, lalu dicelup dengan sekali dicelupkan dineraka, setelah itu ditanya, “Apakah kamu pernah mengeyam kenikmatan meski hanya sedikit?” Dia akan menjawab, “Tidak demi Allah wahai Robbku.”
Begitulah, ia melupakan segala kenikmatan yang pernah direguknya selama di dunia. Seakan ia belum pernah merasakannya sedikitpun. Itu karena semua kenikmatan tersebut telah lama berlalu. Apalagi setelah penderitaan yang terlampau dasyat menghapus segala rasa suka cita yang pernah dialami sebelumnya.
Semakin sinarlah kenangan kenikmatan di dunia, ketika siksa demi siksa di neraka ditimpakan atas mereka. Kalung permata akan berganti dengan rantai yang tujuh puluh hasta panjangnya. Kasur empuk akan berganti dengan panggang api yang menyala-nyala. Lezatnya makanan beubah menjadi duri yang merobek mulut dan perut. Manisnya buah-buahan akan ditukar dengan zaqum, yang mayangnya seperti kepala setan. Minumnya pun hamim, yang panasnya mencapai klimaksnya.
Sebagaimana penghuni neraka, orang yang masuk jannah juga akan melupakan segala penderitaan di dunia. Berat dan lamanya musibah di dunia sirna seketika. Rasa lelah di dunia akan hilang tanpa bekas begitu dicelupkan sekali saja di jannah. Sebagaimana disebutkan olehi Nabi Salallahu ‘alaihi wa Sallam,
“Dan akan didatangkan seorang penduduk Jannah, yang dahulu paling menderita hidupnya di dunia, lalu ia dicelupkan dengan sekali celupan di Jannah, setelah itu ditanya, “Adakah kamu pernah mengalami sengsara? Pernahkah kamu hidup menderita?” Ia akan menjawab, “Tidak, demi Alloh wahai Robbku.” (HR Muslim)
Kebahagiaan yang tiada tara menghapus penderitaan sebelumnya, hingga bekasnya tak akan lagi terasa. Lamanya perjuangan juga terasa singkat ketika cita-cita dapat di rengkuh. Seperti yang dikatakan oleh Umar bin Khottob Rodiyallohu’anhu,
كأنك لم توتر من الدهر ليلة
اذا أنت أدركت الذي كنت تطلب
Seakan kamu rasakan setahun itu laksana semalam saja
Saat kau raih apa yang menjadi cita-cita
Celupan pertama di Jannah itulah awal dari segala kenikmatan yang tiada tara. Gubuk reot di dunia akan diganti dengan rumah mewah. Kelaparan telah sirna, berganti dengan lezatnya makanan yang sesuai dengan selera dan belum pernah ia rasakan sebelumnya. Orang beriman disuguhi dengan buah-buahan di Jannah yang tak pernah berhenti berbuah. Mereka juga tidak pernah dilarang untuk memetiknya. Dan mereka kekal di dalamnya.
Maka, akan terasa ringan musibah yang dialami mukmin di dunia, karena sebentar lagi akan berganti dengan kenikmatan abadi. Sebaliknya orang-orang kafir maupun pendosa, betapapun mereka merasa nikmat di dunia, itu hanya berlangsung sangat singkat. Kelak merka akan melupakannya dan tak tersisa lagi bekasnya, karena yang tinggal hanyalah siksa, nas’alullaha al-‘afiyah.
Itulah akhirat. Di dalamnya ada kesengsaraan dan kenikmatan yang hakiki nan abadi. Apa yang kita lihat di dunia ini, tak ubahnya hanya fatamorgana saja, tak terasa dan sirna pada akhirnya. Semoga hikmah dari ayat ini dapat menjadikan hati kita semakin lembut dan iman juga takwa kita semakin meningkat. Dengan iman dan takwa, juga hati yang senantiasa tunduk dan khusyu’, kita berharap Allah berkenan menjadikan kita orang-orang yang selamat dari neraka dan dimasukkan ke dalam jannah. Aamiin yaa rabbal ‘aalamiin.